Apakah Yang Dimaksud Pendidikan Karakter itu?

Apakah Yang Dimaksud Pendidikan Karakter itu? Di bawah ini adalah penjelasan yang membahas tentang pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter ialah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”. Menurut Tadkiroatun Musfiroh UNY, 2008 karakter mengacu pada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills).
 Pendidikan Karakter
Karakter yang berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana cara mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku seseorang, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang mempunyai perilaku sesuai dengan kaidah moral disebut maka dia mempunyai karakter yang mulia.

Karakter mulia berarti individunya mempunyai pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan adanya nilai-nilai contohnya reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, jujur, menepati janji dapat dipercaya, , adil, rendah hati, malu ketika berbuat salah, pemaaf, berhati lembut penuh kasih sayang, setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, menghargai waktu, pengabdian/dedikatif,   hemat/efisien, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan (estetis), sportif, tabah, terbuka, tertib.

Individu ini juga mempunyai kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau lebih unggul, dan individu juga mampu bertindak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut. Karakteristik ialah realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual,, sosial, etika,  emosional dan perilaku).

Individu yang mempunayi karakter baik atau unggul ialah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, terutama pada dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan juga diiringi dengan kesadaran, emosi dan motivasinya atau perasaannya.

Pendidikan karakter ialah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada lingkunga di sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan suatu tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter bisa diartikan sebagai “the deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character development”.

Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen seperti pemangku pendidikan juga harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu dimulai dari isi kurikulum, proses pembelajaran dan pemberian penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh lingkungan sekolah. Di lain sisi, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga yang ada di sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan  harus berkarakter.

Menurut David Elkind & Freddy Sweet Ph.D. (2004), pendidikan karakter dimaknai sebagai berikut: “character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical values. When we think about the kind of character we want for our children, it is clear that we want them to be able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right, even in the face of pressure from without and temptation from within”.

Yang artinya adalah “Pendidikan karakter adalah upaya yang disengaja untuk membantu orang memahami, peduli, dan bertindak berdasarkan nilai-nilai etika dasar. Ketika kita berpikir tentang jenis karakter yang kita inginkan untuk anak-anak kita, jelas bahwa kita ingin mereka dapat menilai apa yang benar, sangat peduli tentang apa yang benar, dan kemudian melakukan apa yang mereka yakini benar, bahkan dalam menghadapi tekanan dari luar dan godaan dari dalam ”.

Lebih lanjut diterangkan bahwa pendidikan karakter ialah segala sesuatu yang dikerjakan guru, yang mampu mempengaruhi karakter para peserta didik. Guru membantu membentuk watak para peserta didik. Hal ini meliputi dan mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal yang terkait lainnya.

Menurut T. Ramli pada tahun 2003, pendidikan karakter mempunyai esensi dan makna yang sama dengan  pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya ialah membentuk  pribadi pada anak, supaya menjadi manusia yang mempunyai perilaku yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum ialah nilai-nilai sosial tertentu, yang begitu banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh sebab itu, hakikat dari pendidikan karakter pada konteks pendidikan yang ada di Indonesia yaitu pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumberkan dari budaya bangsa Indonesia itu sendiri, yaitu dalam rangka  membina kepribadian generasi muda bangsa ini.

Pendidikan karakter terkait dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral universal yang bersifat absolut yang sumbernya adalah dari agama yang juga disebut sebagai the golden rule (aturan emas) Pendidikan karakter mampu mempunyai tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut ialah: cinta kepada Allah dan ciptaann-Nya (meliputi alam dan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kasih sayang, , kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan dan juga cinta tanah air sepenuhnya.

Ada pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah wajib berpijak pada nilai-nilai karakter yang mendasar, yang selanjutnya dapat dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri.

Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan itu didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang saat ini, yakni meningkatnya kenakalan remaja yang ada di masyarakat, seperti perkelahian massal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan di kota-kota besar tertentu, gperistiwa tersebut telah  sampai pada taraf yang sangat meresahkan dilingkungan masyarakat. Oleh sebab itu, lembaga pendidikan formal adalah sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda saat ini yang memang diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian anak-anak didik melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter.

Para pakar pendidikan juga pada umumnya sependapat tentang sangat pentingnya upaya peningkatan pendidikan karakter pada jalur pendidikan yang formal. Akan tetapi dengan demikian, ada perbedaan-perbedaan pendapat di antara mereka tentang pendekatan dan modus pendidikannya. Berhubungan pada pendekatan, sebagian pakar menyarankan penggunaan pendekatan-pendekatan pendidikan moral yang dikembangkan di negara-negara barat, seperti: pendekatan perkembangan moral kognitif, pendekatan analisis nilai, dan pendekatan klarifikasi nilai. Sebagian  yang lain juga menyarankan penggunaan pendekatan tradisional, yaitu melalui penanaman nilai-nilai sosial tertentu dalam diri anak-anak didik.

Berdasarkan grand designran (rancangan Induk) yang dikembangkan Kemendiknas pada tahun 2010 lalu, secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (Afektif, konatif, kognitif, dan psikomotorik) pada konteks interaksi sosial kultural yaitu dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat dan juga dapat berlangsung sepanjang hidupnya. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dapat dikelompokkan pada:

Olah Hati dengan bahasa Spiritual and emotional development yang artinya adalah Perkembangan spiritual dan emosional
Olah Pikir dengan bahasa intellectual development yang artinya pengembangan intelektual
Olah Raga dan Kinestetik  dengan bahasa Physical and kinestetic development yang artinya Perkembangan fisik dan kinestetik,
Olah Rasa dan Karsa dengan bahasa Affective and Creativity development yang artinya Pengembangan Afektif dan Kreativitas.
Yang secara diagramatik dapat digambarkan sebagai berikut:

Para pakar telah mengemukakan berbagai teori yang berkaitan dengan pendidikan moral. Menurut Hersh, et. al. (1980), di antara berbagai teori yang berkembang saat ini, ada lima teori yang banyak digunakan; yakni:

  1. Pendekatan pengembangan rasional,
  2. Pendekatan pertimbangan, 
  3. Pendekatan klarifikasi nilai, 
  4. Pendekatan pengembangan moral kognitif, 
  5. Dan pendekatan perilaku sosial. 

Berbeda dengan klasifikasi tersebut, Elias (1989)  mengklasifikasikan berbagai teori yang berkembang menjadi tiga, yaitu:

  1. Pendekatan kognitif
  2. Pendekatan afektif
  3. Pendekatan perilaku  

Klasifikasi didasarkan pada tiga unsur moralitas, yang biasanya akan menjadi tumpuan kajian psikologi, yaitu:  perilaku, kognisi, dan afeksi.

Berdasarkan pembahasan yang telah dirangkum di atas dapat kita ditegaskan bahwa pendidikan karakter merupakan usaha-usaha yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik agar dapat memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa,yaitu dengan kaitan mengenai diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang dapat terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Sekian dan terima kasih atas waktunya yang mana anda mau menyempatkan waktu untuk membaca ulasan-ulasan ini. Semoga bermanfaat.

Penulis: AKHMAD SUDRAJAT
[ AKHMAD SUDRAJAT adalah seorang praktisi pendidikan di Kadugede-Kabupaten Kuningan ]

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel